Ilmu Hukum?

Hai hai.. sebelum ke materi gue mau cerita dikit nih. Kan Prodinya Kebendaharaan Negara, eee alah ternyata di matkulnya ada "Pengantar Ilmu Hukum"
wow agak-agak syok gtitu sih, lucu juga kesampean belajar ilmu ini (yah walaupun dulu gamau masuk Hukum di suatu PTN juga sih) tapi anak-anak hukum kayak keren-keren gitu..

intinya gue mau sharing suatu materi nih, gampang kok InsyaAllah.
"Perbedaan Civil Law dan Common Law" berdasarkan buku yang udah gue baca.



A.  Karakteristik Sistem Civil Law
Terdapat tiga karakteristik, adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial. Ketiga hal tersebut membedakan sistem civil law dari sistem common law. Di Perancis sebelum terjadinya revolusi terdapat perbedaan hukum yang berlaku antara selatan dan utara. Daerah selatan disebut pays de droit ecrit dan daerah utara disebut pays de costumes (daerah hukum tertulis). Sedangkan coutumes yang berlaku di daerah utara merupakan kebiasan-kebiasan local yang beragam dan sangat berbeda satu terhadap lainnya. Hanya saja kalau costumes tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi barulah kebiasaan yang telah mempunyai kekuatan resmi tersebut diacu.
Para hakim dalam menyelesaikan sengketa telah menggunakan metode yang saat itu dipandang sebagai penyelesaian yang bersifat ilmiah dengan merujuk kepada hukum Kanonik. Hukum Kanonik terdapat adanya kepastian hukum. Dari sinilah timbul pemikiran bahwa UU yang merupakan droit ecrit lebih menjamin kepastian hukum daripada costumes. Semboyan Revolusi Perancis liberte, fraternite, dan egalite di samping memerlukan kepastian hukum juga kesatuan hukum. Dari sinilah muncul gagasan kodifikasi.
Gagasan kodifikasi mulai dilancarkan tanggal 5 juli 1790, dewan konstituante memutuskan “hukum perdata harus ditinjau kembali dan direformasi oleh legislator dan harus dibuat suatu kitab undang-undang yang bersifat umum, sederhana, jelas, dan memadai  bagi konstitusi. Bab pertama konstitusi tahun 1791 ditutup dengan janji “Suatu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku umum bagi seluruh kerajaan akan diundangkan”.
Pada kenyataannya, pelaksanaan kodifikasi berdasarkan Konvensi, perundingan 1792-1795. Bulan juni 1793 disiapkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam waktu satu bulan. Agustus 1793, menyajikan draf yang tidak lengkap berisi 715 pasal, namun ditolak oleh konvensi dengan alasan terlalu rumit. Draf kedua berisi 297 pasal ditolak juga dengan alasan dianggap lebih menyerupai daftar isi daripada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Usaha melakukan kodifikasi terus berlanjut pada saat Perancis berada di bawah kekuasaan Dewan Pemerintahan tahun 1795-1799. Berdasarkan suatu arret tertanggal 13 Agustus 1800, ia mengangkat Komisi Empat untuk membuat suatu draf yang harus selesai sebelum bulan November tahun itu. Setiap bagian dari hal-hal yang dituangkan di dalam Kitab Undang-Undang  itu diserahkan kepada setiap anggota komisi untuk dipelajari, kemudian diajukan ke Tribunal de cassation dan pengadilan tingkat banding untuk dipelajari dan diberi komentar. Ternyata, kedua lembaga pengadilan ini memberikan tanggapan yang cepat dan cermat. Selanjutnya prosedur yang rumit yang disyaratkan oleh Konstitusi mulai dilalui. Proses menelah, membahas Rancangan Undang-Undang oleh Tribunate dan memberikan rekomendasi apakah draf tsb disetujui atau ditolak.
Para lawan politik Napoleon menentang draf itu atas dasar draf itu hanya jiplakan membabi buta dan kompilasi yang menjemukan. Kemudian Tribunate memberi rekomendasi agar lembaga lembaga legislative menolak draf itu. Kemampuan Tribunate untuk menjegal maksud pemerintah semakin dibatasi dengan memecahnya menjadi tiga bagian : legislasi, masalah-masalah dalam negeri, dan keuangan. Prosedur semacam itulah yang dilalui oleh Code Civil Perancis anatara Maret 1803 sampai Maret 1804. Tahun 1804, diundangkanlah 36 undang-undang yang terpisah-pisah yang kemudian dihimpun ke dalam satu Kitab Undang-Undang yaitu Code Civil de Francais yang terdiri atas 2281 pasal. Kemudian juga melakukan empat kodifikasi lainnya, seperti Kitab UU Hukum Acara Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Pedoman Penanganan Perbuatan Pidana.
Usaha-usaha untuk melakukan pengaturan secara nasional di bidang perdagangan dimulai pada tahun 1830. Usaha membuahkan hasil pada tahun 1857 yaitu membentuk komisi ahli hukum yang berlaku umum di Jerman. Tahun 1861 Bundesversammlung menyetujui draf Allegemeines Deutsches Handelgesetzbuch.
Negara-negara lain juga melakukan kodifikasi, hanya saja cara dan panutannya berbeda-beda. Belanda, Belgia, Luxemburg, dan Spanyol mengikuti pola Perancis, sedangkan Yunani pada tahun 1940 mengikuti pola Jerman. Negara yang memadukan dua pola yaitu Itali, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kodifikasi itu lebih menampakkan pola kodifikasi Perancis daripada Jerman.
Karakteristik ketiga yaitu digunakannya sistem inkuisitorial dalam peradilan. Dalam sistem tsb hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus perkara, hakim ikut aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti.
B.    Karakteristik Sistem Common Law
Sistem common law juga mempunyai tiga karakteristik, yaitu yurisprudensi dipandang sebagai sumber hukum yang utama, dianutnya doktrin stare decisis, dan adanya adversary system dalam poses peradilan.
Dianutnya  yurisprudensi sebagai sumber hukum yang terutama, merupakan suatu produk dari perkembangan yang wajar hukum Inggris yang tidak dipengaruhi oleh hukum Romawi. Menurut Philip S. James, ada dua alasan mengapa dianut yurisprudensi. 1. Alasan psikologis adalah orang ditugasi untuk menyelesaikan perkara, ia cenderung sedapat-dapatnya  mencari alasan pembenar atas putusannya dengan merujuk kepada putusan yang telah ada sebelumnya daripada memikul tanggungjawab atas putusan yang dibuatnya sendiri. Alasan praktis adalah diharapkan adanya putusan yang seragam karena sering dikemukakan bahwa hukum haus mempunyai kepastian kepastian daripada menonjolkan keadlian pada setiap kasus.
Pada awal hukum Inggris, lawyers membuat catetan-catetan di pengadilan dan memberikan catatan-catatan itu kepada lawyer lainnya lalu mengumpulkan catatan-catatan  tsb dan disistematisasi dan diterbitkan menjadi laporan putusan pengadilan. Lalu dianotasi dan komentar-komentar atas kasus-kasus yang telah diputuskan.
Laporan-laporan tsb menjadi rujukan bagi para hakim dan lawyers dalam menangani kasus yang merek hadapi. Menurut alam pikiran common law, menempatkan UU sebagai acuan utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan UU itu merupakan hasil karya kaum teoritisi yang mungkin berbeda dengan kenyataan dan tidak sesuai kebutuhan.

Karakteristik berikutnya adalah adanya doktrin stare decisis atau di Indonesia dikenal dengan doktrin “preseden” yaitu hakim terikat untuk putusan pengadian terdahulu. Yang berlaku sebagai preseden adalah pertimbangan-pertimbangan hukum yang relevan dengan fakta yang dihadapkan kepadanya (ractio decidendi), ini harus diikuti oleh pengadilan berikutnya untuk perkara serupa. Catatan, dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak hanya mengemukakan pertimbangan-pertimbangan hukum, namun juga pertimbangan lainnya yang tidak mempunyai relevansi dengan fakta yang dihadapi (obiter dicta). Pengadilan mempunyai kebebasan untuk memilih dalam memutuskan perkara apakah akan menyimpangi preseden atau mengikutinya.
Karakteristik ketiga adalah adanya adversary system, yaitu kedua belah pihak yang bersengketa yang masing-masing menggunakan lawyernya berhadapan di depan hakim. Masing-masing mengemukakan sebanyak-banyaknya alat bukti di depan pengadilan, mengajukan sebanyak mungkin saksi dan saling mendalami keterangan saksi yang diajukan oleh masing-masing pihak.
Hakim tidak memberikan putusan mana yang menang dan mana yang kalah atau tertuduh bersalah atau tidak bersalah. Hakim memberikan perintah kepada jury untuk mengambil keputusan. Dan hakim harus menerima apapun yang diputuskan jury terlepas ia setuju atau tidak setuju terhadap putusan itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG KARYA TERE LIYE

East Detective